Tidak Mau Pergi Sekolah
Sekitar 5% anak usia sekolah menghindar untuk pergi sekolah. Jumlah kasus yang terjadi pada anak laki-laki dan anak perempuan berbanding seimbang.
Anak-anak yang tidak mau pergi sekolah biasanya berusia antara 5-7 tahun atau 10-14 tahun. Pada usia ini, anak-anak biasanya sedang dalam tahap peralihan, yaitu ketika mulai sekolah atau ada transisi dari SD ke SMP atau dari SMP ke SMA.
Penyebab Tidak mau pergi sekolah
Penyebab Anak Tidak Mau Pergi Sekolah
Penyebab anak tidak mau pergi sekolah seringkali tidak jelas, tetapi ada faktor-faktor yang mungkin berperan, seperti faktor psikologis (misalnya kecemasan dan depresi) serta faktor sosial (misalnya tidak memiliki teman, merasa ditolak oleh teman-teman sebanyanya, atau sering diganggu oleh teman-temannya).
Selain itu, adanya gangguan dalam belajar atau kesulitan dalam membaca yang tidak terdiagnosis juga bisa berperan penting dalam terjadinya penolakan untuk pergi sekolah.
Anak-anak bisa merasa cemas karena berpisah dengan orang tuanya saat ia pergi sekolah. Kecemasan ini bisa membuat anak menolak untuk pergi ke sekolah.
Tanda-tanda adanya gangguan kecemasan untuk berpisah pada anak antara lain:
- Anak menolak untuk pergi sekolah
- Anak merasa terlalu khawatir kehilangan orang tuanya atau terlalu khawatir orang tuanya akan mendapatkan bahaya
- Memiliki keengganan yang berlebihan untuk berada seorang diri
- Terus menolak untuk pergi tidur seorang diri, tanpa orang tua atau pengasuhnya
- Adanya keluhan gejala-gejala fisik berulang saat anak hendak berpisah dengan orang tuanya
Perilaku ini harus dimulai sebelum anak berusia 18 tahun, berlangsung selama 4 minggu atau lebih, dan sampai menyebabkan masalah dalam akademik, sosial, atau bidang lainnya.
Penindasan yang diterima anak di sekolah (bullying) juga bisa menjadi penyebab anak menolak untuk pergi ke sekolah. Bullying dapat berupa ancaman atau serangan yang didapat dari orang lain secara fisik atau verbal. Tanda-tanda bahwa anak mungkin merupakan korban bullying antara lain:
- Adanya luka-luka pada anak yang tidak diketahui asalnya
- Hilang atau rusaknya barang-barang anak, misalnya baju, buku, atau barang elektronik
- Menurunnya prestasi di sekolah, terutama matematika dan membaca. Anak menjadi tidak tertarik dengan pelajaran sekolah
- Menghindari untuk pergi ke sekolah dengan mengeluhkan berbagai gejala, misalnya sakit kepala, sakit perut, merasa mual
- Tidak mau makan atau makan sangat banyak
- Mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya
- Tiba-tiba kehilangan teman atau menghindari situasi sosial
- Merasa tidak berharga atau tidak berdaya
- Adanya perilaku yang merusak diri sendiri, misalnya melukai diri sendiri, kabur dari rumah, atau melakukan percobaan bunuh diri
Gejala Tidak mau pergi sekolah
Perilaku Anak Tidak Mau Pergi Sekolah
Anak-anak yang sensitif bisa memberikan reaksi yang berlebihan terhadap rasa takut akan gurunya. Anak-anak yang masih kecil cenderung akan berpura-pura sakit atau membuat alasan lain agar tidak pergi sekolah. Anak-anak bisa mengeluh sakit perut, mual, atau gejala-gejala lain yang diharapkan bisa membolehkan dirinya untuk tetap berada di rumah.
Beberapa anak langsung menolak untuk pergi sekolah, misalnya dengan menangis dan protes mengatakan bahwa tidak mau pergi sekolah saat pagi hari. Namun, ada juga anak-anak yang tetap pergi sekolah tanpa kesulitan, tetapi menjadi cemas atau mengalami berbagai gejala saat berada di sekolah. Anak-anak ini menjadi seringkali pergi ke ruang kesehatan di sekolah.
Diagnosis Tidak mau pergi sekolah
Diagnosis
Diagnosis didasarkan dari gejala-gejala yang ada.
Beberapa pemeriksaan lebih lanjut dilakukan untuk membantu menemukan penyebabnya, misalnya gangguan kecemasan untuk berpisah atau adanya penindasan (bullying) yang didapat anak di sekolah.
Penanganan Tidak mau pergi sekolah
Cara mengatasi Anak Tidak Mau Pergi Sekolah
Penanganan ditujukan untuk mengatasi penyebab yang mendasarinya jika ada dan mengajarkan anak bagaimana mengatasi rasa stress yang dialami, sehingga anak mau kembali sekolah.
Beberapa penanganan yang dapat dilakukan:
- Terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki perilaku yang tidak sesuai dan maladaptif.
- Desensitisasi sistematik. Teknik ini membantu anak mengubah reaksi untuk pergi ke sekolah secara bertahap, sehingga pada akhirnya anak bisa kembali sekolah tanpa mengalami tekanan.
- Memberikan penghargaan pada anak jika melakukan sesuatu yang diharapkan, misalnya pergi sekolah, sehingga anak mau melakukannya terus.
Memberikan pendidikan di rumah untuk anak umumnya bukanlah solusi dari masalah ini. Anak-anak yang menolak untuk pergi sekolah harus segera kembali bersekolah, sehingga mereka tidak tertinggal pelajaran. Jika penolakan untuk pergi sekolah sangat kuat, hingga mengganggu aktivitas anak dan jika anak tidak dapat ditenangkan olah orang tua atau gurunya, maka tampaknya diperlukan penanganan lebih lanjut dengan praktisi kesehatan mental anak.
Komunikasi antara orang tua dengan petugas sekolah mengenai anak yang bersangkutan perlu dilakukan. Selain itu, terkadang dilakukan terapi untuk anak beserta keluarga oleh seorang psikolog.
Dokter Spesialis
Untuk informasi atau penanganan penyakit ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.
Pencegahan Anak Tidak Mau Pergi Sekolah
Orang tua atau pengasuh bisa melakukan beberapa hal untuk mengendalikan penolakan anak untuk pergi sekolah sebelum hal ini menjadi perilaku rutin yang menyusahkan, antara lain :
- Dengarkan dan ketahui apa kekhawatiran dan ketakutan anak untuk pergi ke sekolah, misalnya mendapat penindasan (bullying) di sekolah atau adanya masalah dalam bergaul dengan teman-teman sekelas. Jika masalah diketahui, maka bisa lebih mudah untuk mengatasinya sehingga anak dapat kembali sekolah.
- Pastikan anak pergi sekolah secara teratur dan tepat waktu. Jangan berlama-lama mengucapkan salam perpisahan. Terkadang anak lebih baik jika ada orang lain yang mengantar setelah berpamitan dengan orang tua di rumah.
- Orang tua atau pengasuh perlu meyakinkan anak bahwa ia dapat mengatasi masalah yang dihadapi di sekolah.
- Minimalkan perilaku menghindari sekolah dan mencegah anak terdorong untuk terus menolak pergi sekolah. Untuk itu kurangi keuntungan yang didapat anak saat tidak mau sekolah, misalnya jangan bolehkan anak bermain video games atau menonton televisi. Berikan tugas-tugas dan pelajaran yang mirip dengan di sekolah, terutama jika "penyakit" yang dikeluhkan tampaknya menghilang saat anak dibolehkan untuk tetap berada di rumah.
Referensi
Referensi
- B, Bettina E. School Refusal. eMedicine Health. 2012.
- S, Stephen B. School Avoidance. Merck Manual Home Health Handbook. 2009
Diperbarui 8 September 2023